
Selasa subuh 15 Feb 2011 kemarin, bertepatan dengan libur Maulid Nabi Muhammad SAW, saya bangun tidur diiringi oleh hujan. Udara dingin nan nyaman di pagi hari libur semacam itu membuat hasrat untuk menarik selimut lagi...... dan benar saja, saat cek status grup catalina, sapaan 'pagiiiii...gowes yuuuu...' dibalas dengan 'tarik selimut lagi yuuuuk...'
Setelah ritual pagi seperti biasa, saya keluar dan berdiri di teras memandangi rintik hujan yang masih turun meski tidak terlalu deras. Celingukan kiri kanan untuk melihat apakah ada tantangan gowes dari temen2 The Cat, apalagi jadwalnya ke Curug Rahong yang terletak di Rengasjajar, Cigudeg, Bogor. Sepi...... mungkin pada malas hujan-hujanan, pikir saya.
Pukul 7an, hape berdering dan terdengar suara Gatuso diseberang sana ngajak gowes. Setelah diskusi sesaat, diputuskan untuk gowes ke Aat saja. Lalu saya keluar rumah, dan ternyata sudah berkumpul beberapa rekan yang nekad gowes meski cuaca dingin gerimis, dan sepakat utk sarapan aja di Aat, mumpung kang Adel ultah mau traktir hehehe
Dengan perlengkapan dan bekal minimum, kami berangkat berdelapan, Henri, Abi, saya, Andika, Sisko, Gatuso, Ade, Yadi sekitar pukul 8 untuk sarapan di Aat. Henri langsung memimpin rombongan karena sudah laper katanya.....
Sekitar pukul 9.30, setelah kenyang dengan jamuan ultah kang Ade di Aat, makasih ya kang, kami bersiap2 kembali. 'Ah ga keringetan nih....' komentar Gatuso. Setelah berembuk sesaat, diputuskan untuk lanjut ke Curug Rahong, meskipun tidak ada persiapan sama sekali. Hanya Henri dan Yadi yang langsung pulang karena sepeda kurang fit dan ada acara lain.
Perjalanan dimulai dengan trek donat di jalur potongan dari Aat masuk ke Forestra di BSD. Pantes aja tidak ada satupun mahluk hidup lalu lalang di jalan potongan yang sehari-harinya ramai dilalui orang maupun kendaraan bermotor. Bonus awal ......hehehehe
Setelah menyusuri jalur mulus Forestra BSD yang berakhir di jalan raya Cisauk-Rumpin dekat stasiun KA Cisauk. Jalan raya Cisauk-Rumpin berupa jalan beton, tetapi rusak disana sini, patah-patah bahkan hancur luluh. Maklum, jalur truk2 tronton besar pengangkut pasir, batu dan material berat lainnya. Tetapi untungnya tidak terlalu ramai hari ini, mungkin karena hari libur merah.
Jalur Cisauk-Rumpin sejauh lebih kurang 15km itu lumayan nyaman digowes karena basah bekas hujan diselingi bubur lumpur. Padahal biasanya di hari panas, jalur itu sangat panas menyiksa ditambah debu jalanan yg luar biasa pekat. Maklum, yang ngangkat debunya truk2 bertonase mencapai 20ton hehehe
Di simpangan Warung sawah, kami ambil jalur lurus ke arah Lebakwangi, sedang yang ke kiri arah kecamatan Rumpin, yang bila diteruskan lagi akan sampai Putat Nutug, rute ke Bogor menyusuri sungai Cisadane. Akan diagendakan lain waktu
Sekitar 5km menyusuri jalur Lebakwangi, kami tiba di desa Rengasjajar. Lewat sedikit dari desa, kami belok kiri langsung mengarah ke Curug Rahong. Setelah berhenti sejenak di sungai yang berair jernih ditepi jalan untuk mencuci sepeda yg sudah berubah warna semua menjadi kecoklatan, kami lanjutkan perjalanan melalui bukit tambang batu, masuk tengah2 perkampungan kecil melalui gang2 sempit, membayar tiket masuk Rp 3.000,- per orang, lalu menyeberang jembatan dan masuk langsung jalur ke air terjun.
Jalur ke air terjun masuk ke dalam hutan lebat yang sejuk asri berupa single track menyusuri tepi sungai Rahong, disisi kiri tebing bukit dan disisi kanan langsung bibir jurang sungai berbatu. Diselingi oleh tangga2 naik turun bukit, membuat sebagian jalur sepanjang kurang lebih 1.5km itu terpaksa TTB alias tuntun bike. Sempat kami lihat beberapa orang sedang sibuk menebang pepohonan. Entahlah, apakah itu berizin atau penebangan liar.
Setelah semakin jauh masuk kedalam hutan, dalam keadaan lapar dan dahaga terasa tidak sampai2, hingga terpaksa berhenti dan berembuk apakah kita kembali saja. Tetapi karena sudah tanggung, dicoba untuk menaiki satu tanjakan lagi untuk memastikan apakah air terjunnya sudah dekat.
Dan benar saja, dari atas tanjakan sudah terdengar deru air terjun dan uap air yang berderai disepanjang jatuhan air. Langsung terasa bertambah tenaga dan semangat untuk mencapai air terjun. Akhirnya sampai juga kami di Curug Rahong....
Sungguh indah pemandangan air terjun yang jatuh sekitar 20m, dikepung oleh hutan yang masih perawan. Hilang sudah rasa lelah dan lapar melihat keindahan alam karunia Allah. Allahu Akbar.....Waktu menunjukkan pukul 12.30 siang
Tampak beberapa remaja SMP dan SMA asyik berfoto diatas bebatuan sungai, berenang, bahkan mendaki bukit batu disisi air terjun. Sebagian lagi bahkan loncat dari ketinggian sekitar 10m langsung kesungai....... byuuuurrr......
Langsung kami pasang aksi untuk sesi pemotretan. Sisko bahkan membawa (baca: memikul) sepeda kesayangannya sampai dekat sekali air terjun khusus untuk sesi foto. Crek....crek..... kami berfoto dengan berbagai gaya sampai puasss....termasuk yg baru keluar dari fitting room juga difoto lho....
Sambil beristirahat menikmati pemandangan, Dika menyempatkan diri mencuci pakaian dan Gatuso berenang sampai jauh ke hilir (lebay.com)....... sampai sun glassesnya hilang hanyut dibawa arus sungai yang lumayan besar.
Jam 14.00, sudah waktunya pulang. Dengan agak malas kami terpaksa meninggalkan Curug Rahong. Sesaat saya memuaskan diri memandang air terjun dan hutan disekitarnya karena entah kapan lagi saya bisa kesini, apalagi sambil gowes.
Di single track turun ke perkampungan, lebih banyak yang bisa digowes ketimbang waktu naiknya, meskipun mesti lebih berhati2 karena dalam keadaan lapar handling sepeda menjadi agak sulit. Tetapi lumayan juga, banyak drop off kecil yang memancing adrenalin. Alhamdulillah, kami tiba di perkampungan dengan selamat.
Selanjutnya kami kembali pulang dengan mengambil jalan yang tidak sama dengan arah berangkat. Kami belok kiri di daerah Batujajar, melewati danau mungil Situ Cimanceuri, melalui desa Dago. Jalan beraspal mulus dan relatif datar kami lampaui dengan cepat. Matahari sudah mulai menampakkan dirinya, udara mulai menghangat. Lalu lintas sangat jarang, hanya ada satu dua sepeda motor dan mobil pickup pengangkut hasil bumi.
Selepas sedikit turunan, tampak didepan kami bukit Cikuda menantang untuk ditaklukkan. Jalanan mulai menanjak dan jalan mulus berganti menjadi jalan aspal terkelupas disana sini. Gowesan mulai berat dan satu-satu kami mulai menurunkan gigi. Sisko, Ade dan Gatuso memimpin didepan. Abi, Dika dan saya kelompok belakang. Saya coba menahan gowesan supaya seirama dengan Abi dan DIka. Tapi karena laper, takut pingsan dijalan, terpaksa saya mendahului melibas tanjakan sepanjang lebih kurang 1.5km itu.
Matahari semakin terik, muka dan punggung terasa panas, sedang tanjakan belum lagi separohnya. Saya coba tetap konsentrasi dengan jalanan didepan. Ada yang teriak 'yoii sini.....', terlihat disisi kanan jalan Sisko, Ade dan Gatuso sedang membilas sepeda mereka yg penuh lumpur itu di sebuah genangan. Berpikir cepat, tanpa berhenti gowes saya putuskan terus lanjutkan sampai di puncak bukit. Saya hanya menjawab 'tanggung......' dan langsung teringat Boksan dengan cengkoknya yang khas.....hehehehe
Sisa separoh tanjakan dengan sedikit bonus makadam datar, saya lanjutkan gowesan dibawah terik matahari jam 2. Sisa seperempat tanjakan Sisko menyalip saya. Ruarrrr biasaaa. Memang hebat orang itu. Sudah sepantasnya menyandang gelar Badak Rahong...!!! Dan tampaknya lunas sudah hutang dia, karena saat survey ke Curug Rahong akhir tahun lalu bersama Iwan dan saya, dia TTB di jalur ini.
Sampai di puncak bukit Cikuda, tampak Sisko sedang beristirahat depan warung. Saya langsung merapat dan ambil minuman dingin. Segarnya......... Dan sejurus kemudian muncul Ade disusul Gatuso. Terakhir tampak Dika dan Abi muncul dari balik tanjakan, lengkap dengan muka lesu dan keringat tak berkesudahan. Ayo minum...... rehidrasi. Dan disini kami sekalian makan siang di warung teteh. Menunya indomie telur baso plus nasi. Ya lumayanlah untuk mengisi perut yg sudah keroncongan dari Curug Rahong.
Setelah lumayan perut tenang dan sebatang dua rokok 234 yang sudah berubah warna (hehehhee), kami bersiap lanjutkan perjalanan kembali. Periksa kelengkapan, handphone, dompet (duit dah mepet banget tuh ;), baru ketahuan sepatu Ade terbelah..... entah karena pedalnya yang tajam atau kakinya yang sekuat kuda.
Waktu menunjukkan pukul 16 lewat sedikit. Jalanan mulai menurun, campuran antara aspal terkelupas dan makadam. Baru terasa nikmatnya sepeda fullsus....nyamaaaan. Dengan sedikit selingan tanjakan, kami akhirnya memasuki jalan aspal hotmix mulus. Wah, sudah mulai memasuki daerah Parungpanjang nih. Sisko, Gatuso dan Ade mulai menambah kecepatan dan menjadi kelompok depan. Saya Abi dan Dika menyusul agak jauh dibelakang.
Selepas pertigaan Parungpanjang, kami mulai masuk jalur truk lagi, dan jalanan kembali berupa jalan beton dengan kondisi patah disana sini dan remuk dibeberapa bagian.
Setelah sekitar setengah jam bersaing dengan asap knalpot dan debu yang menyesakkan, akhirnya sampai di tikungan jalan Pagedangan raya dan kami belok kanan. Setelah regrouping selesai, kami lanjutkan sisa perjalanan yang tinggal sedikit lagi dengan kecepatan masing2 sesuai dengan sisa tenaga yang ada. Dan tidak lupa, menjelang Catalina kami cuci dulu sepeda yang sudah tidak karuan warnanya itu di bengkel cuci. Yang paling penting, membersihkan rantai dan cassette dari pasir debu yang menempel yang membuat bunyi mendecit sepanjang jalan. Untunglah tidak sampai membuat rantai putus.
Dan pas jam 18 tibalah kami di Catalina dengan selamat, Alhamdulillah, dan disambut oleh teman2 yang tidak ikut. Langsung dihujani dengan pertanyaan2 bagaimana perjalanan ke Curug Rahong hari itu yang menempuh jarak pulang pergi total 60km, dan ditimpali oleh jawaban2 yang tidak kalah serunya. Selepas azan Magrib kami kembali kerumah masing2 untuk shalat dan beristirahat.
Peta lokasi Curug Rahong
Foto selengkapnya
Bagi yang ingin mencoba trek combo MTB dan hiking ini, agar diperhatikan beberapa hal berikut:
- Jalur utama (jalan raya) menuju Rahong merupakan jalur truk besar pengangkut material penuh debu disaat panas. Agar membawa masker dan pelumas rantai untuk menghindari penumpukan debu dan pasir yang masuk ke crank maupun cassette saat hujan. Melalui jalan offroad akan menjadi pilihan yang jauh lebih baik
- Membawa bekal minuman dan makanan untuk dinikmati di air terjun, karena hanya ada 1 warung dan itupun kurang memadai. Asal jangan lupa, sampahnya dibawa turun lagi ya, karena belum ada pengelolaan dari pemerintah daerah maupun warga sekitar untuk menjaga kebersihan kawasan curug
- Membawa ganti pakaian dan kamera yang memadai
- Pergunakan sepatu yang nyaman juga untuk hiking
- Sepeda MTB yang gotong-able lebih direkomendasikan dipergunakan di jalur ini
1 komentar:
curug lebih enak jalur dukuh..dandang mekarwangi..dago..lebih adem
Posting Komentar